Selasa, 05 Januari 2010

FILSAFAT ARISTOTELES

A. SEJARAH SINGKAT

Aristoteles adalah murid, teman sekaligus juga guru dari Plato. Aristoteles ini merupakan salah satu tokoh filsafat pada zaman Yunani Kuno. Aristoteles berasal dari keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berpikir saintifik ini berpengaruh besar pada Aristoteles. Sehingga filsafat Aristoteles berbeda warna dengan filsafat Plato. Filsafat Aristoteles yaitu sistematis, dan amat dipengaruhi dengan metode empiris.
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota di Thrace. Ia adalah anak seorang dokter pribadi raja Macedonia. Ayahnya meninggal tatkala ia masih amat muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan orang inilah yang memberikan pendidikan yang istimewa pada Aristoteles. Tatkala ia berumur 18 tahun, Aristoteles dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato. Disanalah ia belajar, dan tentu saja pada Plato kurang lebih 20 tahun. Dan setelah Plato meninggal dunia Aristoteles mendirikan sekolah di Assos (Asia Kecil).
Di Athena inilah Aristoteles berhasil dalam pendidikannya, dan dalam pergaulan tingkat atas ia bisa dikatakan lebih berhasil dibanding dengan gurunya Plato. Aristoteles mempunyai pengaruh besar terhadap sejarah dunia. Namun karena ia dekat dalam arti sebagai teman sekaligus juga sebagai guru dengan Alexander (putra Philip dari Macedonia, seorang diplomat yang ulung dan jenderal yang terkenal). Dan juga karena Aristoteles mendirikan sekolah yang diberi nama Lyceum, sehingga terjadi persaingan yang hebat antara Lyceum dan Akademia, maka posisinya lama kelamaan di Athena menjadi tidak aman. Orang-orang Athena yang anti Macedonia memandang Aristoteles sebagai orang yang menyebarkan pengaruh yang bersifat subversif, makanya ia berpikir bijak dan meninggalkan Athena. Ia juga dituduh atheis. Ia pindah ke Chalcis dan meninggal di sana pada tahun 322 SM.


B. PENJELASAN FILSAFAT ARISTOTELES

Hasil karya Aristoteles banyak sekali. Akan tetapi sulit menyusun karyanya secara sistematis. Berbeda-beda cara orang membagibagikannya. Ada yang membaginya atas 8 bagian, yang mengenai logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, dan akhirnya retorika dan poetika. Ada juga orang yang menguraikan perkembangan pemikiran Aristoteles meliputi 3 tahap yaitu :
1. tahap di Akademi, ketika ia masih setia kepada gurunya, Plato, termasuk ajaran Plato tentang idea;
2. tahap di Assos, ketika ia berbalik daripada Plato, mengkritik ajaran Plato tentang idea-idea serta menentukan filsafatnya sendiri;
3. tahap ketika ia di sekolahnya di Athena, waktu ia berbalik dari berspekulasi ke penyelidikan empiris, mengindahkan yang konkrit dan yang individual. Asal pembagian ini tidak diterapkan secara konsekuen, namun dapat juga dipakai.
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi (epagogi) ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Adapun deduksi (apodiktik) ialah cara menarik konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan, yang bertolak belakang dari sifat umum ke khusus atau bias dikatakan cara menarik konklusi dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum. Induksi berangkat dari pengamatan dan pengetahuan inderawi yang berdasarkan pengalaman, sedangkan deduksi sebaliknya terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi yang berdasarkan pengalaman itu.
Sebenarnya, Aristoteles menerima baik induksi maupun deduksi. Akan tetapi, karena dikenal sebagai filsuf Barat pertama yang secara rinci dan sistematis menyusun ketentuan-ketentuan dalam penalaran deduktif, ia senantiasa dihubungkan dengan penalaran deduktif.
Baik deduksi maupun induksi di paparkan oleh Aristoteles di dalam logika. Tidak dapat disangkal bahwa logika adalah salah satu karya filsafati besar yang dihasilkan oleh Aristoteles, yang menyebabkan ia sering disebut sebagai pelopor, penemu, atau bapak logika kendati itu tidak berarti sebelum Aristoteles belum ada logika.
Sebenarnya, istilah logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, dipakainya istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak belakang dengan proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika. Istilah logika dalam arti sebagaimana yang kita kenal pada masa kini mulai digunakan oleh Alexander Aphrodisias pada awal abad ke-3 SM.
Logika sebagai ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah, yang membicarakan hal bentuk-bentuk pikiran itu sendiri (y.i. pengertian, pertimbangan dan penalaran) dan hokum-hukum yang menguasai pikiran itu, adalah ciptaan Aristoteles.
Berpikir dilaksanakan dengan perantaraan pengertian (meja, kursi, perkakas rumah, dll). Menurut Aristoteles, tiap pengertian berpatutan dengan benda tertentu. Maka tiap pengetahuan adalah suatu penggambaran kenyataan. Segala pengertian dapat dihubungkan antara yang satu dengan yang lain menurut tertibnya dan dapat disusun menurut sifat-sifatnya yang umum. Sebagai contoh: secara konkrit ada anjingku, anjingmu, anjingnya, dll., yang semuanya itu dapat digolongkan kepada pengertian “anjing” yang lebih umum, umpamanya: anjing kampung. Di samping anjing kampong ada juga anjing herder, anjing kikik, dll, yang semuanya dapat digolongkan kepada pengertian yang lebih umum lagi, yaitu: “anjing”. Anjing adalah binatang yang menyusui di samping binatang-binatang menyusui lainnya, sehingga dapat digolongkan kepada pengertian “binatang menyusui”. Binatang menyusui adalah binatang di samping binatang-binatang lainnya, sehingga anjing dapat digolongkan kepada pengertian yang lebih umumlagi, yaitu: “binatang”. Demikian seterusnya, dari binatang naik ke makhluk hidup, ke makhluk pada umumnya, dan seterusnya. Penggolongan menurut sifatnya yang umum ini dapat diperluas lagi hingga sampai kepada kelompok pengertian yang tidak dapat diturunkan lagi dari kelompok yang lebih tinggi lagi, sampai kepada kelompok pengertian yang telah mencakup apa saja yang dapat dikatakan tentang sesuatu. Kelompok pengertian yang sifatnya paling umum ini oleh Aristoteles disebut kategori. Kategori sebagai kelompok pengertian cocok juga dengan kelompok segala sesuatu yang ada. Menurut Aristoteles ada 10 kategori, yaitu: substansi (manusia, binatang, dll), kuantitas (dua, tiga, sepuluh, dll), kualitas (putih, busuk, dll), relasi (rangkap, separoh, dll), tempat (di pasar, di rumah, dll), waktu (kemarin, sekarang, besok, dll), keadaan (duduk, berdiri, dll), mempunyai (bersepatu, bersuami, dll), berbuat (mengiris, membakar, dll), menderita (terbakar, terpotong, dll). Kadang-kadang ia hanya menyebut 8 kategori. Yang paling penting ialah 4 kategori yang pertama, yaitu: substansi, kuantitas, kualitas dan relasi.
Segala pengertian itu dapat digabungkan antara yang satu dengan yang lain, sehingga membentuk suatu pertimbangan, umpamanya: manusia adalah fana. Pengertian “manusia” digabungkan dengan pengertian “fana”, yang bersama-sama mewujudkan suatu pertimbangan. Ada bermacam-macam pertimbangan, ada yang meneguhkan, ada yang menyangkal dan ada yang bersifat umum dan khusus.
Bukan hanya pengertian-pengertian yang dapat digabungkan antara yang satu dengan yang lain, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan dapat digabung-gabungkan, sehingga menghasilkan penyimpulan. Penyimpulan adalah suatu penalaran, dengannya dari dua pertimbangan dilahirkan pertimbangan yang ketiga, yang baru, yang berbeda dengan kedua pertimbangan sebelumnya.
Cara menyimpulkan ini yang disebut silogisme. Jadi inti dari logika Aristoteles adalah silogisme, dan silogisme sebagai suatu alat dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi atau kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah suatu bentuk formal dari penalaran deduktif. Bagi Aristoteles, deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi atau kesimpulan demi meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah sebabnya mengapa metode Aristoteles disebut metode silogistis deduktif.
Silogisme adalah penemuan Aristoteles yang murni dan terbesar dalam logika. Aristoteles tidak menggunakan silogisme semata-mata untuk menyusun argumentasi-argumentasi bagi suatu perdebatan, namun terutama sebagai metode dasar bagi pengembangan suatu bidang ilmu pengetahuan. Karena itu, Aristoteles tidak memasukkan logika ke dalam salah satu kelompok dari ketiga kelompok menurut pembagian ilmu pengetahuan yang disusunnya.
Silogisme, sebagai bentuk formal dari deduksi, terdiri atas tiga proposisi. Proposisi pertama dan proposisi kedua disebut premis, sedangkan proposisi ketiga merupakan konklusi yang ditarik dari proposisi pertama dengan bantuan proposisi kedua. Jadi, setiap silogisme terdiri dari atas dua premis dan satu konklusi. Tiap-tiap proposisi itu harus memiliki dua term. Jadi, setiap silogisme haruslah memiliki enam term. Akan tetapi, karena setiap term dalam satu silogisme senantiasa disebut dua kali, sebenarnya dalam setiap silogisme hanya ada tiga term. Apabila proposisi yang ketiga, yaitu proposisi yang disebut konklusi, diperhatikan dengan seksama, pada proposisi ketiga itu terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor, dan yang menjadi predikat konklusi disebut term mayor. Term yang terdapat pada kedua proposisi disebut term tengah (terminus medius).

Berikut ini sebuah contoh silogisme :

Semua anjing adalah hewan berkaki empat. (umum/universal)
Si hitam adalah seekor anjing. (khusus/partikular)
Si hitam adalah hewan berkaki empat.

Pola kerja yang ditempuh dalam penalaran silogistis-deduktif adalah sebagai berikut. Pertama-tama, ditetapkan suatu kebenaran yang bersifat umum atau universal dan kemudian di langkah kedua menjabarkannya pada hal-hal yang khusus. Dengan kata lain, sesudah suatu ketentuan umum yang ditetapka, barulah kemudian berdasarkan ketentuan umum itu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus atau kasus tertentu.
Ajaran Aristoteles yang mengenai fisika dan metafisika tidak senantiasa dapat dibeda-bedakan dengan jelas. Sebutan “metafisika” sebenarnya memang hanya suatu sebutan yang kebetulan saja. Istilah ini tidak berasal dari Aristoteles sendiri, melainkan dari Andronikos dari Rhodos (± 70 SM). Ia menyusun karya-karya Aristoteles dengan cara demikian, bahwa karya-karya Aristoteles tentang “filsafat pertama”, yang mengenai hal-hal yang bersifat gaib, ditempatkan sesudah karya-karyanya tentang fisika (meta ta fusika). Kata meta mempunyai arti rangkap, yaitu: sesudah dan di belakang. Judul meta ta fusika ketika itu dipandang sebagai tepat sekali untuk dipakai guna mengungkapkan isi pandangan-pandangan yang mengenai “hal-hal yang di belakang gejala-gejala fisik”. Di zaman yang lebih kemudian sebutan itu tetap dihubungkan dengan karya-karya Aristoteles itu dan dengan bagian filsafat, yang dibicarakan di dalam karya-karya itu.
Ajaran Aristoteles tentang “yang ada’ didasarkan atas ajaran para filsuf yang mendahuluinya. Plato telah memecahkan persoalan yang dihadapi Herakleitos dan Parmenides dengan memandang persoalan itu dari segi keberadaan manusia. Tetapi pemecahan Plato itu bukanlah satu-satunya pemecahan yang dapat diberikan terhadap persoalan tersebut.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan kembali persoalannya. Herakleitos dan Parmenides dihadapkan dengan pemilihan yang sulit, yaitu “apakah kenyataan itu berada di dalam “ada” yang tak berubah, atau di dalam “gejala-gejala” yang terus-menerus berubah itu? Herakleitos hanya mau mengakui gerak saja dan menolak segala gagasan tentang perhentian, sedang Parmenides hanya mau mengakui perhentian saja dan menolak segala gagasan tentang gerak dan perubahan. Plato memecahkan persoalan itu demikian, bahwa yang serba berubah itu memang ada dan dikenal oleh pengamatan, sedang yang tidak berubah, yaitu idea-idea, dikenal oleh akal. Jadi menurut Plato, ada dua bentuk “yang ada”, yaitu bentuk yang dapat diamati, yang senantiasa berubah dan bentuk yang tidak dapat diamati, yang tidak berubah. Hubungan antara kedua bentuk “ada” itu adalah demikian, bahwa “yang tampak” adalah pengungkapan dari “yang tidak tampak”.
Aristoteles tidak setuju dengan pemecahan Plato ini. “Ada”, yang olehnya disebut ousia, dalam arti yang sebenarnya hanya dimiliki oleh benda-benda yang konkrit, artinya: yang sungguh-sungguh berada hanya benda-benda yang konkrit (meja itu,kursi itu, rumah itu, dll, yang diamati itu). Di luar benda-benda yang konkrit, dan disampingnya tiada sesuatu yang berada. “Ada” yang bersifat umum, yang mengungkapkan jenis sesuatu, terdapat di dalam benda yang konkrit itu. Dapat dikatakan, bahwa pengertian-pengertian yang umum (manusia, binatang, dll) hanya mengungkapkan apa yang dimiliki bersama oleh kelompok benda. Pengertian umum hanya sebutan saja, bukan benda, sekalipun yang dimaksud dengan benda itu hal yang gaib, seperti yang diajarkan oleh Plato. Yang benar-benar berada hanya benda-benda konkrit yang bermacam-macam itu, umpamanya: manusia yang banyak dan bermacam-macam itu. “Manusia” secara umum hanya berada di dalam pikiran saja. Oleh karena itu pemikiran filsafati pertama-tama diarahkan kepada dunia pengalaman ini. Pengetahuan ilmiah memiliki sebagai sasarannya hanya “yang umum” yang ada di dalam benda-benda yang konkrit.
Inti sari ajaran Aristoteles mengenai fisika dan metafisika terdapat dalam ajarannya tentang apa yang disebut dunamis (potensi) dan energeia (aksi). Semula ajaran ini dipakai guna memecahkan soal perubahan dan gerak.
Para filsuf Elea (Parmenides, Zeno, dll) berpendapat, bahwa gerak dan perubahan adalah khayalan. Aristoteles menentang mereka itu. “Yang ada” dalam arti yang mutlak adalah apa yang telah terwujud. “yang tidak ada” secara terwujud, jikalau melalui sesuatu. Di antara “yang tidak ada” dan “yang ada” secara mutlak itu terdapat “ada yang nyata-nyata mungkin”, atau “yang ada” sebagai kemungkinan, sebagai bakat, sebagai potensi, sebagai dunamis. “Yang ada” sebagai potensi ini pada dirinya bukanlah sesuatu, sekalipun dapat menjadi sesuatu. “Yang ada” sebagai potensi ini senantiasa cenderung menjadi “yang ada secara terwujud”, sehingga “yang ada” sebagai potensi dapat dipandang sebagai perealisasian dari “yang ada” secara terwujud. Secara hakiki keduanya harus dibedakan, akan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.
Perubahan dan gerak dalam arti yang lebih luas mencakup hal “menjadi” dan “binasa” serta segala perubahan lainnya, baik di bidang bilangan maupun di bidang mutu dan di bidang ruang. Tiap gerak sebenarnya mewujudkan suatu perubahan dari apa yang ada sebagai potensi ke apa yang ada secara terwujud. Oleh karena itu setiap gerak mewujudkan suatu perpindahan dari apa yang ada sebagai potensi ke apa yang ada secara terwujud. Dari dirinya sendiri apa yang ada secara terwujud tidak dapat mengusahakan perubahannya. Untuk itu diperlukan adanya suatu penggerak yang pada dirinya sendiri telah memiliki kesempurnaan, yang tidak perlu disempurnakan. Penggerak pertama, yang tidak digerakkan oleh penggerak yang lain ini tidak mungkin dibagi-bagi, tidak mungkin memiliki keluasan serta bersifat fisik. Kuasanya tak terhingga dan kekal. Penggerak pertama yang demikian itu tidak berasal dari dalam dunia, sebab di dalam jagat raya ini tiap gerak digerakkan oleh sesuatu yang lain. Penggerak pertama ini adalah Allah. Ialah yang menyebabkan gerak abadi, yang sendiri tidak digerakkan, karena bebas dari materi. Allah adalah Actus Purus, Aktus Murni.
Ajaran tentang gerak ini pertama-tama diterapkan di dalam dunia gejala yang berubah-ubah ini. Di dalam dunia inilah kita menghadapi pengertian-pengertian tentang “yang ada sebagai potensi” dan “yang ada secara terwujud”. Menurut Aristoteles keduanya itu adalah sebutan yang malambangkan materi (hule) dan bentuk (eidos, morfe). Pengertian materi di sini tidak sama dengan pengertian kita sekarang tentang materi. Dasar terakhir bagi segala perubahan dari hal-hal yang berdiri sendiri dan unsur bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi dan binasa menurut Aristoteles, adalah “materi pertama”. Dari materi pertama inilah timbul sebagai penyempurnaannya bentuk-bentuk segala sesuatu yang bermacam-macam itu. Pengertian materi dan bentuk, asas gerak dan tujuan, dipakai untuk mengembalikan segala sesuatu kepada dasar-dasar yang terakhir. Bentuk “ada” atau asas “ada” (eidos, morfe) telah kita temui pada Plato, yaitu idea. Akan tetapi apa yang diajarkan Aristoteles tentang eidos berbeda dengan apa yang diajarkan Plato. Bagi Plato eidos atau idea adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri sendiri, lepas daripada benda yang konkrit, yang adalah penerapannya. Bagi Aristoteles eidos adalah asas yang imanen atau yang berada di dalam benda yang konkrit, yang secara sempurna menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkrit itu disebut demikian (disebut meja, kursi, dll). Jadi segala pengertian yang ada pada manusia (meja, kursi, dll) bukanlah sesuai dengan realitas idea yang berada di dunia idea, melainkan sesuai dengan jenis benda yang tampak pada benda yang konkrit. Kesatuan benda-benda yang mempersatukan segala benda yang bermacam-macam itu bukan berada di luar benda-benda itu, melainkan di dalamnya.
Materi (hule) dalam arti yang mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati disusun daripadanya. Oleh karena itu materi perlu mutlak bagi pembentukan segala sesuatu. Materi pada dirinya, artinya: lepas daripada segala bentuk, tidak memiliki kenyataan, bukan hal yang berdiri sendiri. Sekalipun demikian materi bukan hal yang “tidak ada” sama sekali. Materi adalah kenyataan yang belum terwujud, yang belum ditentukan, akan tetapi yang memiliki potensi, bakat untuk menjadi terwujud atau menjadi ditentukan oleh bentuk. Padanya ada kemungkinan untuk menjadi nyata, bukanlah pola yang kekal dari segala hal yang nyata, bukan hanya idea, seperti yang diajarkan Plato, akan tetapi sekaligus juga menjadi tujuan yang akan dicapai materi, dan kekuatan yang menjadikan materi yang belum terbentuk menjadi nyata.
Demikianlah materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berada tanpa bentuk, sebaliknya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari bentuk dan materi. Materinya adalah rangkuman segala yang belum ditentukan dan yang belum terwujud, sedang bentuknya memberi kesatuan kepada benda itu.
Sekalipun materi baru menjadi nyata jikalau dibentuk, namun materi tidak hanya pasif. Materi dapat menentang kekuatan yang membentuknya. Penentangan ini menyebabkan materi tidak pernah mendapatkan bentuknya yang sempurna seperti yang ada pada jenisnya, artinya: tiap benda adalah penampakan yang kurang sempurna dari jenisnya. Tiap benda yang telah terbentuk dapat juga menjadi materi bagi benda yang lain.
Gagasan tentang materi dan bentuk ini bukan hanya berlaku bagi benda-benda hasil buatan manusia (patung, meja, kursi, dll), tetapi juga berlaku bagi hal-hal alamiah yang mengandung asas perkembangan di dalamnya, yang memiliki sumber gerak dalam dirinya sendiri.
Di sini tampak bahwa pada tiap gerak diandaikan adanya tujuan. Dunia ini bertujuan. Perkembangan dunia tergantung kepada tujuan itu. Tiap hal yang alamiah memiliki potensi untuk merealisasikan diri sesuai dengan tujuannya. Segala sesuatu si dalam alam raya ini bertujuan. Jagat raya laksana seorang tuan rumah yang baik, yang tidak membuang apa yang berguna.
Segala yang bergerak, yang berbuat, menuju kepada satu tujuan. Bagi setiap benda tujuan perbuatannya atau geraknya adalah menyempurnakan bentuknya sendiri. Badan-badan jagat raya bergerak mengelilingi bumi. Pada dirinya semuanya itu telah sempurna, geraknya kekal, tidak akan musnah, seperti halnya dengan waktu yang kekal juga. Tujuan gerak segala badan jagat raya itu bukan untuk mencapai kesempurnaa, tetapi untuk menuju kepada Penggerak yang tidak digerakkan, yang tidak berada di dalam ruang yang terbatas, yang tidak bersifat bendani, yang adalah bentuk atau aktus murni, yaitu Allah. Ialah yang menggerakkan segala badan jagat raya itu.
Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap. Dalam tahap pertama ia masih dipengaruhi Plato, sehingga masih mengajarkan dualisme antara tubuh dan jiwa, serta mengajarkan praeksistensi jiwa. Akan tetapi kemudian ia meninggalkan dualisme dengan menjembatani jurang yang ada di antara tubuh dan jiwa. Keduanya dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi, yang saling berhubungan dan yang nisbahnya sama seperti nisbah antara materi dan bentuk, atau antara potensi dan aktus. Jikalau tubuh adalah materi, maka jiwa adalah bentuknya, jikalau tubuh adalah potensi, maka jiwa adalah aktusnya. Jiwa adalah aktus pertama yang paling asasi, yang menyebabkan tubuh menjadi tubuh yang hidup. Jiwa adalah asas hidup dalam arti yang seluas-luasnya, yang menjadi asas segala arah hidup yang menggerakkan tubuh, yang memimpin segala perbuatan menuju kepada tujuannya. Terjadinya jiwa dikaitkan dengan pengembangbiakan tubuh. Pada waktu manusia mati jiwanya ikut binasa. Maka tiada pra-eksistensi jiwa dan tidak ada jiwa yang tidak dapat mati.
Pengertian tentang jiwa yang demikian itu berlaku baik bagi manusia maupun bagi binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Seperti halnya dengan Plato, Aristoteles mengajarkan adanya dua macam pengenalan, yaitu: pengenalan inderawi dan pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberi pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Pengetahuan inderawi hanya mengenai hal-hal yang konkrit dari suatu benda tertentu. Tidak demikian halnya dengan pengenalan rasional. Jikalau indera hanya terbatas kepada satu aspek saja, maka rasio yang ada pada manusia, tidak terbatas aktivitasnya. Rasio dapat mengenal hakekat sesuatu, jenis sesuatu. Sasaran rasio lebih umum disbanding dengan sasaran indera. Pengamatan rasional inilah yang memimpin kepada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan hanya terdiri dari pengenalan rasio saja, artinya: tidak ada ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang konkrit. Ilmu pengetahuan hanya mengenai hal-hal yang umum. Jalan yang menuju ilmu pengetahuan adalah jalan yang abstraksi. Akal atau rasio tidak memiliki idea-idea bawaan, akal atau rasio melepaskan atau mengabstraksikan ideanya daripada benda-benda konkrit itu.
Di dalam filsafat Aristoteles etika mendapat tempat yang khusus. Hukum-hukumnya bukan diarahkan kepada suatu cita-cita yang kekal, mutlak dan tanpa syarat di dalam dunia yang mengatasi penginderaan kita, tetapi diarahkan ke dunia ini. Hukum-hukum kesusilaan diturunkan dari pengamatan perbuatan-perbuatan kesusilaan dan dari pengalaman angkatan yang susul-menyusul.
Tujuan tertinggi yang ingin dicapai ialah “kebahagiaan” (eudaimona). Kebahagiaan ini bukan kebahagiaan yang subyektif, tetapi suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga segala sesuatu yang termasuk keadaan bahagia itu terdapat pada manusia. Tujuan yang dikejar adalah demi kepentingan diri sendiri, bukan demi kepentingan orang lain. Isi kebahagiaan tiap makhluk hidup yang berbuat ialah, bahwa perbuatan sendiri yang sifatnya khusus itu disempurnakan. Jadi kebahagiaan manusia terletak disini, bahwa aktifitas yang khas miliknya sebagai manusia itu disempurnakan. Padahal cirri khas manusia ialah bahwa ia adalah makhluk yang rasional. Jadi puncak perbuatan kesusilaan manusia terletak dalam “pikiran murni”. Kebahagiaan manusia ialah “berpikir murni”. Tetapi puncak itu hanya dapat dicapai oleh para dewa, manusia hanya dapat mencoba mendekatinya dengan mengatur keinginannya.
Ajaran Aristoteles tentang Negara berhubungan erat sekali deddngan ajarannya tentang etika. Dapat dikatakan, bahwa ajarannya tentang Negara mewujudkan lanjutan dan penyelesaian ajarannya tentang etika.
Manusia adalah zoon politikon, makhluk sosial, makhluk hidup yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan dirinya diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk keperluan itu dibutuhkan negara. Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya dengan segala lembaga yang lain.
Oleh karena itu tidak semua bentuk Negara adalah baik. Bentuk Negara yang buruk ialah tirani, yaitu pemerintahan seorang lalim, oligarki, pemerintahan sekelompok kecil orang dan demokrasi, yaitu pemerintahan seluruh rakyat, kaya, miskin, berpendidikan atau tidak. Negara yang demikian tidak mungkin mencapai tujuannya. Sebaliknya, susunan Negara yang tergolong ideal ialah negara monarki, yaitu pemerintahan seorang raja, atau aristokrasi, yaitu pemerintahan kaum ningrat dan politeia, yaitu pemerintahan banyak orang. Dalam prakteknya yang paling baik ialah politeia yang bersifat demokratis-moderat, atau demokrasi dengan undang-undang dasar, sebab hak memilih dan hak dipilih bukan ada pada semua orang, melainkan pada golongan tengah, yang memiliki senjata dan yang telah biasa berperang. Bentuk pemerintahan inilah yang menurut Aristoteles memberi jaminan yang terkuat, bahwa pemerintahan akan bertahan lama dan akan dihindarkan dari perbuatan-perbuatan yang berlebihan. Aristoteles tidak menyelesaikan ajarannya tentang Negara yang ideal itu.
Jikalau kita membandingkan Plato dengan Aristoteles, mungkin dapat dikatakan demikian, bahwa Plato adalah tokoh yang serba bermenung, sedang Aristoteles adalah orang yang menekankan kepada pengalaman. Sampai sekarangpun pemikiran orang masih berkisar kepada kedua cara berpikir ini.

C. Beberapa Buku/Hasil Karya Aristoteles

1. Karangannya tentang logika berjudul Organon yang berisi tentang categories.
2. On Interpretation, membahas berbagai tipe proposisi.
3. Prior Analytics, membicarakan silogisme. Dalam buku ini kita temukan aturan silogisme dan konsep induksi.
4. Posterior Analytics, memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan sains.
5. On Sophistical Refitations, adalah buku yang penting bagi persoalan kita. Karena di dalam buku ini membuktikan kepalsuan logika orang sofis.
6. Metaphysics, menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.

Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu; matter memberikan substansi sesuatu, dan form memberikan pembungkusnya. Jadi, dapat dikatakan setiap objek terdiri atas matter dan form.
Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potentiality, jadi tanpa matter yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion).
Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak mempedulikan) alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan Tertinggi, dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.


D. SUMBER
1. Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, edisi revisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2. Rapar, Jan Hendrik. 1995. Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
3. Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.

Ternyata, Panglima Itu Adalah Sebuah Kata

Untuk menjelaskan permasalahan di atas lebih dulu akan diulas pengertian tentang kata Panglima.

Kata Panglima sering sekali kita dengar untuk menyebut tokoh-tokoh pahlawan yang telah berjasa dalam memerdekakan bangsa Indonesia, seperti beberapa nama/tokoh yaitu: Panglima Besar Jenderal Sudirman, Panglima Cik Di Tiro, Jenderal Ahmad Yani, dan tokoh-tokoh lainnya. Nama-nama tersebut yang diberi gelar atau sebutan Panglima/Jenderal adalah orang-orang yang telah berjasa membuat bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari segala penindasan dan bebas menentukan nasib bangsa ini sendiri.

Selain itu juga ada nama-nama lain yang tidak menggunakan sebutan Panglima/Jenderal seperti : R.A. Kartini, Budi Sutomo dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka semua adalah pahlawan atau orang-orang yang telah berjasa dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia, sehingga bangsa ini semakin lama semakin berkembang dan menjadi negara yang maju seperti negara-negara lain.

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Panglima adalah sebutan bagi orang-orang yang telah berjasa dalam hal tertentu.

Menurut Kamus Praktis Moderen Bahasa Indonesia, Panglima adalah hulubalang (raja) tentara, pasukan. Atau bisa juga dikatakan Panglima adalah pemimpin sebuah pasukan tentara.

Arti dalam Kamus Bahasa Indonesia di atas semakin menguatkan uraian yang telah diberikan di atas. Karena semua nama-nama yang diuraikan di atas adalah orang-orang yang juga memimpin sebuah pasukan. Seperti salah satu contohnya adalah: Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah pemimpin pasukan gerilya pada masa penjajahan belanda.

Dalam kehidupan umat manusia Panglima dapat diartikan sebagai penguasa tertinggi, pemimpin tertinggi atau pencipta dari alam semesta ini yang biasa kita menyebutnya Tuhan, Allah, Tuhan Allah, Sang Maha Kuasa, Sang Pencipta, Sang Maha Segala, dan lain sebagainya. Hal ini juga diuraikan oleh Aristoteles bahwa: Tuhan adalah kesempurnaan tertinggi.

Selanjutnya, berikutnya akan diuraikan beberapa pendapat tentang Tuhan baik dari filosofis atau dari filsafat yang membicarakan tentang Tuhan.

Theodicea atau Theologia adalah filsafat yang membicarakan Tuhan dari segi pikiran (akal); untuk membedakannya dari pembicaraan Tuhan dari segi wahyu atau iman, yang pertama itu sering disebut teologi naturalis (membicarakan Tuhan dari segi akal).

Theodicea (teologi naturalis) membicarakan Tuhan. Apanya? Banyak. Apakah Tuhan itu ada? Bukti-buktinya apa? Sifatnya, susunannya, kemauannya, dan lain-lain. Kalau menurut Aristoteles bukti bahwa Tuhan itu ada adalah bahwa Tuhan itu penyebab gerak (cause of motion). Namun dari pertanyaan-pertanyan di atas secara umum muncul isme-isme berikut ini.

Teisme adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan ada. Deisme yang mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan ala mini pada permulaannya. Setelah dicipta yang pertama itu, Tuhan membiarkan alam ini masing-masing berkembang atau berjalan sendiri. Jadi Deisme adalah variasi dari Teisme.

Monoteisme adalah teisme yang mengajarkan Tuhan itu Esa. Triniteisme mengajarkan Tuhan itu satu, tetapi beroknum tiga. Politeisme adalah paham teisme yang mengajarkan bahwa Tuhan itu banyak, yang masing-masing mempunyai tugas dan wewenang sendiri. Panteisme mengajarkan bahwa antara Tuhan dan alam tidak ada jarak; Tuhan itu ialah alam ini. Panenteisme mengajarkan Tuhan adalah kesadaran jagat raya. Paha mini tidak menyatukan Tuhan dengan alam.

Ateisme adalah isme yang mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada. Namun bagi orang yang mengatakan bahwa Tuhan tidak ada karena ketidaktahuannya, orang tersebut tidak termasuk kedalam ateisme. Ada pula paham Agnotisisme. Paham ini adalah paham ke-Tuhanan yang terletak antara paham teisme dan paham ateisme. Mereka ber-Tuhan tidak dan tidak ber-Tuhan juga tidak.

Namun menurut Aristoteles Tuhan itu berhubungan dengan dirinya sendiri. Tuhan tidak berhubungan dengan (tidak mempedulikan) alam ini. Ia bukan personal. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap bahwa Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita harus mencontoh kesana perbuatan dan pikiran-pikiran kita.

Kesemua uraian di atas tentang filosofis dan paham yang membicarakan tentang Tuhan yang berkembang dengan pemikiran berdasarkan akal, namun percaya pada Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan pemikiran manusia Tuhan itu ada, dan berdasarkan iman manusia percaya bahwa Tuhan ada.

Secara logika manusia Tuhan itu tidak nyata, karena tidak dapat dilihat rupa dan bentuknya, dan juga tidak dapat disentuh. Semua gambar dan ajaran-ajaran-Nya yang ada pada masa sekarang ini adalah hasil pemikiran dari manusia yang percaya akan keberadaan-Nya.

Jadi dengan kata lain Tuhan, Allah, Tuhan Allah, Sang Maha Kuasa, Sang Pencipta, Sang Maha Segala, dan lain sebagainya itu ada karena kepercayaan dan iman dari manusia itu sendiri.

Oleh karena itu Tuhan, Allah, Tuhan Allah, Sang Maha Kuasa, Sang Pencipta, Sang Maha Segala, dan lain sebagainya yang adalah juga Panglima hanyalah sebuah kata yang pastinya memberi arti tentang sesuatu.

Dari semua uraian di atas dapat dikatakan bahwa :

Panglima hanyalah sebuah kata. Kata yang adalah panglima adalah kata yang memiliki korelasi dengan fakta dan kata yang memiliki keselarasan dengan kata sebelumnya yang sering diartikan sebagai kebenaran logis. Persoalannya kemudian tergantung pada orang tersebut untuk menjatuhkan kepercayaan atau tidak pada kekuatan kata-kata kita.

Memang kata-kata yang rasional mengarah pada kebenaran, tetapi seberapa banyak kebenaran itu dintegrasikan sebagai bagian dari diri kita.

Sumber :

  1. Santoso, Elha. Kamus Praktis Moderen Bahasa Indonesia. Surabaya: Pustaka Dua.
  2. Tafsir, Ahmad, 2000. Filsafat Umum: Akal dan Hati sejak Thales sampa Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Senin, 14 Desember 2009

Awal dan Akhir

Dari kata-kata Awal dan Akhir, muncul berbagai pertanyaan seperti : Bagaimanakah awal mula dunia ini? Bagaimanakah awal mula manusia? Bagaimanakah akhir dunia ini? dan lain sebagainya.

Disini saya akan memberikan beberapa pendapat dari para filsuf tentang awal dari sesuatu.

Thales (624-546 SM) mengatakan bahwa bahan awal alam semesta atau dunia ini adalah air. Dimana air adalah sumber kehidupan atau sangat penting bagi kehidupan.

Anaximander menjelaskan bahwa substansi pertama yang bersifat kekal dan ada dengan sendirinya adalah udara, karena udara merupakan sumber segala kehidupan.

Heraclitus (544-484 SM). Menurutnya alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. Itu berarti bila kita ingin memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis. kosmos tidak pernah berhenti atau diam, dia selalu bergerak dan bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itu yang menyebabkab konklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan melainkan proses.

Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa pendapat setiap manusia berbeda-beda pada zamannya tergantung dari hasil pemikirannya sendiri dan pengetahuan manusia tersebut yang juga terbatas.

Selain pendapat dari pribadi-pribadi filosof tadi dapat juga diberikan dari segi ilmu agama dan dari segi ilmu pengetahuan.

Dari segi agama dipercaya bahwa awal dari dunia yang termasuk didalamnya adalah manusia adalah ciptaan dari Yang Maha Kuasa yang diciptakan sesuai dengan citra Allah. Selain itu manusia dipercaya sebagai keturunan dari manusia pertama yaitu Adan dan Hawa yang penciptaannya disebutkan dalam kitab suci kejadian 2 : 7 ketika itulah tuhan allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya: demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup.

Sedangkan dari segi ilmu pengetahuan manusia dipercaya sebagai keturunan dari manusia pertama yang berbentuk kera yang pada akhirnya mengalami evolusi sehingga berbentuk seperti sekarang dan lebih sempurna dalam menjalani kehidupannya.

Tetapi semua tentang awal kehidupan di atas pada akhirnya juga akan menuju ke satu tujuan yaitu kematian yang merupakan akhir dari kehidupan itu sendiri dan semuanya akan kembali kepada penciptanya. Sedangkan alam semesta atau dunia dimana terdapat kehidupan ini juga dipercaya suatu saat nanti akan sampai pada akhirnya yang biasa disebut manusia dengan hari kiamat atau hari akhir dunia.

Akhir-akhir ini hari kiamat atau hari dimana berakhirnya dunia mulai sering dibicarakan apalagi dengan hebohnya film 2012 yang muncul yang banyak menimbulkan pro dan kontra.

Namun semua tentang awal dan akhir dari suatu kehidupan hanya kuasa dari Yang Maha Kuasa sendirilah yang akan menentukan, kita sebagai ciptaan-Nya hanya dapat selalu berdoa dan berdoa berserah diri pada-Nya dan ikhlas pada jalan kehidupan yang telah digariskan oleh pencipta kita.

Sabtu, 12 Desember 2009

Kesalahan Terendah/Tertinggi

Dalam dunia ini hidup manusia terbagi atas dua tingkat yaitu tingkat adikodrati (tingkat atas) dan tingkat kodrati (tingkat bawah). Tingkat kodrati (bawah) hanya dapat dipahami dengan menggunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). "Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat," demikian kata Thomas Aquinas.

Thomas sendiri mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang mempunyai keadaan yang paling tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak.

Mengenai manusia, Thomas mengajarkan bahwa pada mulanya manusia mempunyai hidup kodrati yang sempurna dan diberi rahmat Allah. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, rahmat Allah (rahmat adikodrati) itu hilang dan tabiat kodrati manusia menjadi kurang sempurna. Manusia tidak dapat lagi memenuhi hukum kasih tanpa bantuan rahmat adikodrati. Rahmat adikodrati itu ditawarkan kepada manusia lewat gereja. Dengan bantuan rahmat adikodrati itu manusia dikuatkan untuk mengerjakan keselamatannya dan memungkinkan manusia dimenangkan oleh Kristus.

Kesalahan yang dibuat manusia pertama membuat manusia hidup dalam segala ketidaksempurnaan. Dimana manusia akan selalu membuat kesalahan dan kekeliruan dalam kehidupannya. Namun dalam kehidupan manusia terdapat norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku yang harus ditaati atau dipatuhi. Namun sekali lagi manusia akan selalu dan selalu membuat kesalahan atau manusia akan kembali jatuh dalam dosa.

Kesalahan sendiri dapat dimengerti sebagai sesuatu hal yang tidak benar.
Kesalahan dapat terbagi menjadi dua yaitu kesalahan terendah dan kesalahan tertinggi.

Kesalahan terendah/tertinggi dalam segi moral agama dapat dilihat dari seberapa jauhnya manusia tersebut melanggar norma agama, sedangkan dari segi duniawi kesalahan terendah/tertinggi dapat dilihat dari sejauhmana manusia itu dianggap membuat kesalahan dalam hal melanggar norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku dan telah disepakati dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, agar manusia tidak selalu jatuh dalam dosa dan kesalahan yang terus-menerus dalam kehidupannya, hendaknya manusia selalu mendekatkan dirinya dengan pencipta-Nya karena sesungguhnya hanya Dia-lah "dzat yang tertinggi", yang mempunyai keadaan yang paling tinggi, seperti yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas.


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Aquinas

Kamis, 10 Desember 2009

Masa Depan Dunia

Masa Depan Dunia

(Kajian Mahdiisme)

Terkait dengan masa depan dunia, diantara manusia terbagi menjadi dua kelompok besar. Sebagian pesimis dengan apa yang akan terjadi pada dunia, sementara sebagian memandang dunia dengan pandangan optimis. Sekelompok manusia optimis dan yakin bahwa dunia dan sejarah kemanusiaan sedang menuju masa keemasan dan akan berakhir kepada kesempurnaan serta kebahagiaan. Sementara yang lain pesimis dengan masa depan dunia, mereka meyakini bahwa dunia hari demi hari akan menuju kehancuran karena berbagai alasan.

Di sepanjang sejarah, dikalangan para filsuf dan sosiolog muncul kelompok yang terkenal dengan kelompok futurism, yaitu mereka yang optimis dengan masa depan dunia dan manusia. Mereka yang memiliki cita-cita, harapan serta mendambakan akan terwujudnya masa depan yang gemilang untuk umat manusia. Banyak diantara mereka yang memprediksi masa depan manusia dan menjelaskan harapan mereka dalam bentuk teori-teori.

Dikalangan filsuf, Plato adalah orang pertama yang melontarkan teori tentang negara ideal, dimana semua penduduknya tinggal dengan penuh kedamaian, ketenangan dan masing-masing menjalankan semua tugas dan kewajibannya. Setelah itu para pengikut jejak plato mulai melontarkan teori-teorinya. Di timur, Farabi dari filsuf Islam dengan bukunya ‘Al-Siasah Al-Madinah’ dan di barat Agustine dari filsuf Kristen dalam bukunya ‘Civitas Dei’. Keduanya mendapat ide dengan membaca buku-buku Plato dan keduanya ( seperti halnya Plato ) mencoba menjelaskan tentang masyarakat ideal dengan pemerintahan yang bersih, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebebasan yang membawa kedamaian bagi manusia. Agustine dalam bukunya mengkisahkan tentang kota langit dan surga sebagai lawan dari kota bumi yang penuh dengan ketidak adilan. Sementara Farabi berbicara tentang sebuah masyarakat yang penuh dengan kebahagiaan yang diatur oleh tradisi dan undang-undang yang adil. Setelah itu kita bisa sebutkan nama-nama seperti Thomas More, chancellor dan penasehat kerajaan Inggris pada tahun 1516 atau Thomas Kompanella, seorang pendeta dari Italia dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang setuju dan mendukung teori-teori Plato.

Walau Bertrand Russel menganggap faham Futurisme dan Madinah Fadilah hanya merupakan khayalan para ilmuan semata dan ia berpendapat bahwa negara seperti itu tidak ada wujudnya dan tidak akan pernah terwujud, akan tetapi ia meyakini bahwa tidak bisa dipungkiri, ternyata perkembangan manusia terpengaruh dengan ide-ide tersebut. Dalam bukunya ‘Pengaruh Ilmu Pengetahuan terhadap Masyarakat’ Russel menuliskan: “ Di jaman kita terjadi perkembangan masyarakat yang cukup pesat dan itu merupakan pengaruh dari inspirasi-inspirasi seperti madinah fadilah dan negara khayalan dimana hal itu mesti ada. Sumber-sumber penting yang memberi ilham terhadap perkembangan ini mesti kita kaji dan ungkap dasar-dasar logisnya “.

Akan tetapi satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh orang-orang seperti Russel, bahwa secara psikologis (fitrah) manusia mendambakan sebuah masyarakat ideal yang didasari oleh keadilan, kebebasan, keamanan dan mampu memenuhi kepuasan lahir serta bathin manusia. Semua ini merupakan harapan dari fitrah manusia, artinya cita-cita keadilan memiliki sumber hakiki dari fitrah dan akal manusia.

Kajian tentang masa depan dunia juga mendapat perhatian dari para sosiolog. Seperti seorang sosiolog bernama Alvin Toffler dalam bukunya ‘The Third Wave’ membagi perkembangan manusia kepada tiga tahapan; tahapan agrarian, tahapan industri dan tahapan supra-industri atau masa komputer. Ia berkeyakinan bahwa semua negara akan mengalami perkembangan dan kemajuan dengan melewati ketiga tahapan tersebut. Atau Samuel Huntington yang memperkirakan akan terjadinya perang antar budaya besar. Ia berkata bahwa di abad baru terdapat delapan peradaban dimana hanya tiga dari delapan tersebut merupakan peradaban inti dan mampu meraih kejayaan; peradaban islam, peradaban konfusius dan peradaban barat. Dimana peradaban islam dan peradaban konfusius akan berhadapan peradaban barat.

Dari kebanyakan pandapat dan teori yang diajukan oleh para Futuris, terdapat benang merah yang bisa diambill. Yaitu adanya penekanan akan pembentukan sebuah pemerintahan atau system dunia. Seperti yang diajukan oleh Victor Hugo dalam bukunya ‘Republique Mondaine’ pada abad ke 19. Bertrand Russel masih dalam bukunya mengusulkan adanya satu system yang berdasarkan ilmu, taktik serta ketaatan kepada satu undang-undang yang menyeluruh sebagai penyelesaian atas terjadinya pertentangan, perang dan kedhaliman. Fisikawan masyhur, Albert Einstein dengan nada optimis berkata bahwa tidak mustahil akan datang suatu hari dimana dunia akan diliputi oleh kedamaian, persahabatan dan manusia satu sama lain akan menjadi seperti saudara. Senada dengan mereka George Bernard Shaw seorang ilmuan inggris menanti seorang manusia super (superman ) yang bisa menegakkan kedamaian, keadilan dan hidup berdampingan tanpa ada kedhaliman.

Keyakinan para filsuf dan sosiolog tentang kemestian terwujudnya satu pemerintahan internasional sebagai penyelesaian atas masalah-masalah yang menimpa manusia, ternyata senada dengan apa yang disebutkan dalan ajaran agama-agama. Apa yang ‘dikhayalkan’, diharapkan bahkan diajukan dalam bentuk teori oleh para tokoh di luar agama berdasarkan akan akal dan fitrah mereka ternyata sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama-agama yang berdasarkan ajaran-ajaran wahyu serta teks-teks agama. Keselarasan antara akal dan wahyu dalam hal ini dimana para ilmuan mulai dari Plato sampai Einstein menjanjikan dan mendambakan terbentuknya sebuah pemerintahan internasional dengan nama-nama seperti ‘utopia’ (madinah fadhilah), ‘city of God’ (kota Tuhan)… dengan pimpinan seorang filsuf, sosilog atau seorang superman. Sementara teks-teks agama menyebutnya dengan nama seperti ‘pemerintahan Ilahi’ dengan pimpinan seorang manusia langit atau insan kamil seperti, Masih, Mashiah, Soshianse atau Mahdi.

Dari pendapat
Alvin Toffler dalam bukunya ‘The Third Wave’ yang mengatakan bahwa perkembangan manusia terbagi dalam tiga tahap yang salah satunya adalah tahapan supra-industri atau masa komputer, ternyata betul-betul terjadi.

Dewasa ini dunia telah memasuki masa/abad yang didominasi oleh teknologi yang canggih. Perkembangan teknologi yang berkembang sangat pesat tersebut pasti akan membawa dampak perubahan dalam kehidupan manusia, perubahan yang terjadi dapat membawa dampak yang baik dan juga dampak yang buruk.

Untuk dampak yang baik pastinya akan membawa pengaruh yang baik untuk masa depan dunia sebaliknya untuk dapat yang buruk akan membawa pengaruh yang buruk juga untuk masa depan dunia yang dipercaya oleh sebagian orang akan membawa kehancuran dunia.

Namun kita sebagai manusia yang diciptakan oleh-Nya, hendaknyalah kita tetap berserah diri pada kehendak-Nya, kita hanya bisa berdoa dan berdoa selain juga berusaha untuk menjaga tempat di mana kita hidup ini agar tetap bisa selaras dengan kehidupan yang ada diatasnnya.


Sumber :
1.
www.Islammuhammadi.com
2. http://www.mahdawiat.com/malayu/pages/news.php?nid=417


Rabu, 09 Desember 2009

Matematia Menganyam Dunia

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika

Matematika
(dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Para matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya.[1][2] Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan merumuskan konjektur dan kebenaran baru melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.

Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika hadir secara objektif di alam menurut kemurnian logikanya, atau apakah objek-objek itu buatan manusia dan terpisah dari kenyataan. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Albert Einstein, di pihak lain, menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."

Melalui penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika dikembangkan dari pencacahan, penghitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematik terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan penggunaan matematika dasar selalu menjadi sifat melekat dan bagian utuh dari kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan-gagasan dasar dapat diketahui di dalam naskah-naskah matematika yang bermula di dunia Mesir kuno, Mesopotamia, India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika Yunani, terutama di dalam buku Euclid, Unsur-Unsur. Pengembangan berlanjut di dalam ledakan yang tidak menenteramkan hingga periode Renaisans pada abad ke-16, ketika pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah pada percepatan penelitian yang menerus hingga Kini.

Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata seringkali ditemukan terkemudian.

Matematika sebagai Raja dan sekaligus Pelayan

Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya zaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmetika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dan sebagainya.

Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Banyak cabang matematika yang dulu biasa disebut matematika murni, dikembangkan oleh beberapa matematikawan yang mencintai dan belajar matematika hanya sebagai kegemaran tanpa memedulikan fungsi dan manfaatnya untuk ilmu-ilmu lain. Dengan perkembangan teknologi, banyak cabang-cabang matematika murni yang ternyata di kemudian hari bisa diterapkan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.

Oleh karena itu matematika menjadi satu sumber penting dalam menganyam dunia karena di
dalam matematika selalu ada mengukur, dan menghitung dalam memperoleh sebuah hasil.
Jadi jika di dunia tidak di ukur. dan di hitung dengan baik maka hasilnya tidak akan baik juga. sebaliknya apabila menggunakan pengukuran yang tepat, dan hitungan yg tepat maka hasilnya akan memuaskan.



Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.....

Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.

Lalu bagaimana dengan Papa?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,

tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng,

tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil......

Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda.

Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu...

Kemudian Mama bilang : "Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya" ,

Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka....

Tapi sadarkah kamu?

Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba.

Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang"

Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata :

"Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!".

Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.

Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja....

Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!".

Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu?

Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat - sangat luar biasa berharga..

Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu...

Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama....

Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya,

Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia.... :')

Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..

Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.

Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir...

Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut - larut...

Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?

"Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa"

Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.

Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata - mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti...

Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa

Ketika kamu menjadi gadis dewasa....

Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain...

Papa harus melepasmu di bandara.

Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?

Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini - itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.

Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang".

Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT...kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.

Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan...

Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : "Tidak.... Tidak bisa!"

Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu".

Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.

Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.

Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang"

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.

Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..

Karena Papa tahu.....

Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya....

Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia....

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?

Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa....

Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: "Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik....

Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik....

Bahagiakanlah ia bersama suaminya..."

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk...

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih....

Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya....

Papa telah menyelesaikan tugasnya....

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita...

Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat...

Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis...

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal..